kazee
Blog
ESG & PR: Dari Janji Menjadi Kredibilitas—Strategi Komunikasi Sustainability di Era Penuh Skeptisisme

ESG & PR: Dari Janji Menjadi Kredibilitas—Strategi Komunikasi Sustainability di Era Penuh Skeptisisme

Iqbal Anshori

23 September 2025 09:36

Image


Mengapa Kisah Sustainability Begitu Penting?

Lanskap bisnis modern telah mengalami pergeseran fundamental. Perusahaan tidak lagi hanya dinilai dari laba, tetapi juga dari komitmen terhadap sustainability. Pergeseran ini menandai evolusi dari Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi Environmental, Social, and Governance (ESG) yang terintegrasi penuh dalam strategi bisnis inti. Artikel ini akan mengupas tuntas keterkaitan antara ESG dan Public Relations (PR), serta menyajikan panduan strategis untuk membangun narasi yang otentik dan kredibel.

ESG mencerminkan kesadaran bahwa untuk bertahan dalam jangka panjang, sebuah bisnis harus peduli terhadap dampak operasionalnya pada lingkungan dan masyarakat. Tanpa komunikasi yang efektif, inisiatif ESG yang paling ambisius sekalipun akan gagal membangun kepercayaan dan citra positif. Di sinilah peran PR menjadi sangat krusial. PR bertindak sebagai jembatan strategis, mengartikulasikan inisiatif ESG perusahaan dan mengubahnya menjadi narasi yang otentik dan berdampak.

Memahami Fondasi: Definisi dan Keterkaitan ESG dan PR

ESG Bukan Sekadar Label

Konsep ESG adalah kerangka kerja yang menilai kinerja perusahaan dalam tiga pilar utama: lingkungan, sosial, dan tata kelola. Ketiga pilar ini saling terkait dan menjadi cerminan komitmen perusahaan terhadap sustainability jangka panjang.

  • Environmental (Lingkungan): Pilar E berfokus pada dampak operasional bisnis terhadap lingkungan alam. Indikatornya meliputi penggunaan energi terbarukan, efisiensi energi, pengelolaan limbah, dan penanganan isu perubahan iklim.
  • Social (Sosial): Pilar S menilai bagaimana perusahaan mengelola hubungan dengan karyawan, pemasok, pelanggan, dan komunitas. Aspek ini mencakup tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), hak asasi manusia, dan lingkungan kerja yang aman. Studi menunjukkan bahwa kepuasan karyawan yang meningkat akibat penerapan ESG dapat mendorong produktivitas.
  • Governance (Tata Kelola): Pilar G adalah fondasi yang menjamin dua pilar lainnya dapat dilaksanakan dengan kredibel. Tata kelola yang baik mencakup transparansi keuangan, etika bisnis, dan perlindungan hak pemegang saham.

PR sebagai Arsitek Kredibilitas

Praktisi PR memegang peranan vital dalam ESG. Menurut pakar ESG Herry Ginanjar, PR harus memiliki "daya mengendus yang tinggi" untuk mengidentifikasi berbagai risiko potensial, baik yang berhubungan dengan lingkungan, sosial, maupun tata kelola. Sebagai contoh, kegagalan dalam pengelolaan limbah operasional yang memicu polusi dapat berujung pada aksi protes warga, yang merupakan risiko ESG lingkungan. Peran PR adalah mendorong perusahaan untuk memprioritaskan isu-isu ini, yang kini semakin diperhatikan oleh investor asing sebagai bagian dari keputusan investasi mereka.

Inisiatif ESG yang otentik, jika dikomunikasikan secara efektif oleh PR, akan membangun citra dan reputasi yang baik di mata publik. Reputasi yang kuat ini meningkatkan kepercayaan pelanggan dan memberikan keuntungan kompetitif. Pada akhirnya, peningkatan reputasi ini menarik minat investor yang mencari perusahaan yang tangguh dan memiliki visi jangka panjang.

Tantangan Utama: Jurang Kepercayaan dan Bayangan Greenwashing

Komunikasi seputar ESG menghadapi tantangan besar, terutama di Indonesia: skeptisisme publik dan ancaman greenwashing. Sebuah studi kualitatif mengenai persepsi investor ritel di Indonesia menemukan bahwa pemahaman mereka terhadap ESG bervariasi, dan tingkat kepercayaan mereka terhadap klaim perusahaan tergolong rendah hingga moderat. Investor ritel mengandalkan beragam sumber informasi, seperti berita online dan media sosial, karena mereka khawatir perusahaan melebih-lebihkan upaya ESG mereka untuk menarik investasi tanpa mengambil tindakan nyata. Mereka sering menemukan inkonsistensi antara laporan sustainability perusahaan dengan laporan media mengenai dampak negatif.

Tantangan ini diperkuat oleh fakta bahwa penelitian di Indonesia menunjukkan pengungkapan ESG belum secara signifikan memengaruhi nilai perusahaan atau kinerja keuangan seperti ROE dan Tobin’s Q. Fenomena ini memperlihatkan adanya jurang antara klaim perusahaan dan kemampuan pasar untuk memberi harga pada klaim tersebut.

Greenwashing adalah tindakan komunikasi yang melebih-lebihkan atau membuat klaim palsu tentang komitmen ESG sebuah perusahaan. Ini adalah risiko reputasi yang dapat merusak kepercayaan secara permanen.

Ciri-ciri Greenwashing

  • Klaim yang tidak spesifik dan abstrak
  • Fokus pada inisiatif sampingan yang tidak relevan dengan dampak inti bisnis
  • Kurangnya pelaporan atau data yang tidak diaudit
  • Narasi yang berfokus pada "pemasaran hijau" tanpa bukti tindakan

Ciri-ciri Komunikasi Otentik

  • Data terukur dan metrik yang jelas
  • Menangani tantangan ESG terbesar yang relevan dengan bisnis
  • Pelaporan transparan yang diaudit oleh pihak eksternal independen
  • Kisah yang otentik, mengakui kemajuan dan tantangan yang sedang dihadapi

Pilar Strategis Komunikasi ESG yang Autentik

Untuk mengatasi tantangan di atas, tim PR harus mengadopsi pendekatan strategis yang holistik. Pendekatan ini tidak hanya mengandalkan satu saluran tetapi juga membangun kerangka kerja yang solid dengan mengintegrasikan data, narasi, dan teknologi. Berikut adalah pilar-pilar utama yang disarikan dari insight berbagai media.

A. Transparansi Radikal Berbasis Data dan Teknologi

Publik menuntut bukti nyata di balik klaim sustainability perusahaan. Teknologi seperti Blockchain, IoT, dan Artificial Intelligence (AI) memungkinkan perusahaan untuk mengumpulkan, memverifikasi, dan membagikan data tentang dampak lingkungan dan sosial mereka secara real-time. Langkah ini secara langsung menanggapi tantangan kurangnya data yang terverifikasi yang menjadi sumber kekhawatiran investor.

B. Mengintegrasikan ESG dengan Kinerja Finansial

Komunikasi ESG yang efektif harus menjawab pertanyaan mendasar: "Bagaimana inisiatif ini memberikan nilai bagi bisnis?" Investor dan pemangku kepentingan semakin ingin melihat bagaimana komitmen ESG berkontribusi pada penciptaan nilai jangka panjang, mitigasi risiko, dan inovasi. Tim PR harus dapat mengartikulasikan hubungan sebab-akibat ini dengan metrik yang jelas.

C. Menggerakkan Kisah Melalui Narasi Imersif

Meskipun data sangat penting, narasi adalah yang membuat data tersebut menjadi relevan. Harvard Business Review menekankan bahwa storytelling yang otentik dapat membuat konsep kompleks menjadi lebih mudah dicerna dan membangun koneksi emosional dengan audiens. Daripada sekadar melaporkan angka, perusahaan dapat menggunakan narasi visual dan imersif, seperti video atau format AR/VR, untuk membawa pemangku kepentingan ke lapangan.

D. Karyawan sebagai Duta dan Mitra Pencipta

Karyawan adalah salah satu pemangku kepentingan paling kredibel dalam komunikasi ESG. Mereka adalah saksi dari inisiatif perusahaan dan dapat menceritakan kisah dari dalam secara otentik. Mendorong keterlibatan karyawan tidak hanya membantu membangun budaya yang kuat tetapi juga memperluas jangkauan komunikasi.

Mengoptimalkan Komunikasi dengan Teknologi Media Intelligence

Mengingat kompleksitas komunikasi ESG, terutama di tengah potensi krisis reputasi dan tuduhan greenwashing, teknologi Media Intelligence menjadi alat yang tak tergantikan bagi tim PR. Platform ini memungkinkan tim untuk bertindak proaktif, bukan reaktif, dalam mengelola narasi sustainability.

Platform Kazee Media Intelligence hadir sebagai solusi komprehensif. Produk ini didukung oleh teknologi Big Data dan AI yang memberikan wawasan mendalam dan dapat ditindaklanjuti.

Fitur-fitur utama Kazee secara langsung mendukung pilar-pilar komunikasi ESG:

  • Manajemen Reputasi dan Deteksi Dini Krisis: Alat media intelligence seperti Kazee memungkinkan tim PR untuk memantau perbincangan di berbagai media—online, cetak, dan sosial—secara real-time. Ini membantu mereka mendeteksi sentimen negatif atau potensi krisis secara dini.
  • Analisis Sentimen Publik: Dengan fitur Brand Sentiment Analysis dan Social Media Listening , perusahaan dapat mengukur bagaimana inisiatif ESG mereka dipersepsikan oleh publik. Laporan analitik yang terperinci dapat menunjukkan apakah kampanye sustainability disambut dengan sentimen positif, negatif, atau netral.

Kredibilitas data yang dihasilkan oleh Kazee digarisbawahi oleh fakta bahwa platform ini dipercaya oleh lembaga pemerintah Indonesia seperti Bank Indonesia, KPK, dan OJK untuk kebutuhan analitik mereka. Kepercayaan ini menjadi indikasi kuat bahwa data yang disediakan adalah andal dan terpercaya, yang sangat penting untuk komunikasi ESG.

Studi Kasus di Indonesia: Bukti Nyata dari Tindakan Nyata

Untuk menunjukkan bagaimana teori-teori ini diterapkan dalam praktik, kita akan melihat dua studi kasus dari perusahaan terkemuka di Indonesia yang terdaftar dalam Indeks ESG Leaders di Bursa Efek Indonesia.

A. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO)

PT Pertamina Geothermal Energy (PGEO) adalah salah satu contoh terbaik dari perusahaan yang mengintegrasikan pilar Environmental dalam operasionalnya. Laporan sustainability PGEO menguraikan program-program seperti efisiensi energi, pengelolaan limbah panas bumi, dan konservasi flora dan fauna di sekitar wilayah kerja. Yang paling penting, mereka secara spesifik menyebutkan program konservasi elang dan reboisasi dengan tumbuhan langka dan endemik. Komitmen mereka terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) mencerminkan pemetaan strategis antara operasional bisnis dan kebutuhan relevan yang berorientasi keberlanjutan.

B. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI)

Di sektor keuangan, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menjadi teladan dalam penerapan pilar Governance. Sebagai salah satu perusahaan dengan nilai ESG tertinggi di Indonesia, Bank Mandiri menunjukkan bahwa tata kelola yang kuat adalah fondasi utama untuk membangun kepercayaan pasar. Laporan sustainability Bank Mandiri disiapkan dengan mengikuti standar pelaporan global yang ketat, termasuk Global Reporting Initiative (GRI), IFRS S1 dan S2, serta Task Force on Climate-Related Financial Disclosure (TCFD). Yang paling krusial, laporan ini telah diverifikasi oleh pihak eksternal independen, PT Decar Verite Asia (DVA).

Kesimpulan: Jalan ke Depan untuk Komunikasi ESG

Kisah sustainability bukanlah sekadar tren, melainkan sebuah keharusan strategis. Komunikasi ESG yang efektif membutuhkan pergeseran mendasar: dari promosi menjadi penceritaan kisah yang didukung data.

Praktisi PR harus mengambil peran yang lebih besar sebagai arsitek kredibilitas. Untuk membangun kepercayaan di tengah skeptisisme publik, perusahaan harus mengadopsi transparansi radikal yang didukung oleh data terverifikasi. Kunci untuk melawan tuduhan greenwashing adalah konsistensi antara klaim dengan tindakan nyata.

Teknologi, seperti platform Kazee Media Intelligence, berfungsi sebagai enabler krusial dalam perjalanan ini. Dengan kemampuannya untuk memantau sentimen, menganalisis percakapan publik, dan mengidentifikasi risiko secara real-time, alat ini memberdayakan tim PR untuk bertindak proaktif.

Pada akhirnya, kesuksesan komunikasi ESG diukur dari seberapa dalam kepercayaan yang berhasil dibangun. Perusahaan yang dapat mengintegrasikan strategi, data, dan narasi, seperti yang dicontohkan oleh Bank Mandiri dan PGEO, akan lebih siap untuk menavigasi lanskap bisnis yang kompleks dan membangun nilai yang berkelanjutan bagi semua pemangku kepentingan.

Share :

Related Articles