kazee
Blog
Aura Farming dan Branding Pariwisata: Memanfaatkan Dampak Viral Pacu Jalur sebagai Destinasi Global

Aura Farming dan Branding Pariwisata: Memanfaatkan Dampak Viral Pacu Jalur sebagai Destinasi Global

Iqbal Anshori

08 July 2025 13:49

Image


Pendahuluan

Di era digital yang serba cepat ini, fenomena viral menjadi kekuatan tak terduga yang mampu mengubah lanskap berbagai industri, termasuk pariwisata. Konsep "Aura Farming", yang awalnya populer di kalangan Gen Z sebagai upaya mengkurasi citra diri yang menarik di media sosial, kini menemukan relevansinya dalam strategi branding destinasi wisata. Bagaimana sebuah tradisi lokal seperti Pacu Jalur di Kuantan Singingi, Riau, dapat memanfaatkan "Aura Farming" yang viral untuk menarik perhatian global dan menjadi destinasi wisata yang mendunia? Artikel ini akan mengupas tuntas fenomena ini, menganalisis dampaknya, serta menyoroti peran penting pemantauan media dalam mengoptimalkan strategi branding pariwisata.


Memahami "Aura Farming"

"Aura Farming" adalah istilah yang muncul di platform media sosial, terutama TikTok, untuk menggambarkan tindakan sengaja mengkurasi penampilan, perilaku, dan kehadiran online seseorang untuk memproyeksikan citra yang menarik, keren, atau berwibawa. Ini adalah upaya untuk mengumpulkan "poin aura" atau "poin keren" secara halus, seringkali dengan menampilkan gaya hidup yang tampak santai namun terencana. Fenomena ini mencerminkan keinginan Gen Z untuk membangun identitas digital yang kuat dan menarik perhatian, di mana setiap unggahan, interaksi, dan bahkan pilihan gaya hidup dipertimbangkan untuk menciptakan kesan tertentu.

Dalam konteks yang lebih luas, "Aura Farming" dapat diartikan sebagai strategi pembentukan persepsi. Ini bukan hanya tentang menjadi keren, tetapi tentang bagaimana seseorang atau, dalam kasus ini, sebuah destinasi, dapat secara strategis menonjolkan keunikan dan daya tariknya agar terlihat menonjol dan diinginkan di mata publik. Konsep ini bergeser dari pemasaran tradisional yang berfokus pada penyampaian pesan, menjadi penciptaan pengalaman dan narasi yang secara organik menarik perhatian dan memicu percakapan.


"Aura Farming" dalam Branding Pariwisata

Dalam konteks branding pariwisata, "Aura Farming" dapat diinterpretasikan sebagai upaya strategis untuk menciptakan dan mempromosikan citra destinasi yang menarik dan unik, yang secara organik memicu minat dan partisipasi publik. Ini melibatkan identifikasi elemen-elemen otentik dan menarik dari suatu destinasi, kemudian mengemasnya sedemikian rupa sehingga menjadi 'viral-worthy' atau layak dibagikan di media sosial. Tujuannya adalah untuk membangun 'aura' positif di sekitar destinasi, membuatnya terasa eksklusif, menarik, dan wajib dikunjungi.

Menurut Forbes, untuk menciptakan momen pemasaran viral yang tak tertahankan, konten harus memiliki elemen tak terduga dan mengandalkan audiens untuk menyebarkannya. Ini berarti destinasi pariwisata harus menemukan cara untuk menyajikan keunikan mereka dengan cara yang segar dan tidak terduga, mendorong wisatawan untuk menjadi 'duta' mereka sendiri melalui konten yang mereka bagikan. Harvard Business Review (HBR) juga menyoroti bagaimana media sosial memainkan peran signifikan dalam pencarian informasi dan pengambilan keputusan wisatawan, serta promosi pariwisata. Ini menunjukkan bahwa narasi yang dibangun melalui "Aura Farming" di media sosial dapat secara langsung memengaruhi perilaku wisatawan.

Fast Company menambahkan bahwa branding destinasi adalah cara unik untuk memposisikan kota atau negara agar menonjol dan mendorong lebih banyak pariwisata. Dengan menerapkan prinsip "Aura Farming", destinasi dapat menciptakan narasi yang kuat dan visual yang menarik yang secara efektif mengkomunikasikan nilai dan daya tarik mereka kepada audiens global. Ini bukan hanya tentang iklan berbayar, tetapi tentang membangun reputasi dan daya tarik melalui pengalaman otentik yang dibagikan secara luas.


Studi Kasus: Pacu Jalur dan Dampak Viral

Pacu Jalur, tradisi balap perahu dayung tradisional dari Kuantan Singingi, Riau, Indonesia, telah menjadi contoh nyata bagaimana fenomena viral dapat mengangkat sebuah destinasi wisata lokal ke panggung global. Festival yang telah berusia ratusan tahun ini mendadak viral di media sosial, khususnya TikTok, berkat video-video yang menampilkan seorang bocah penari di ujung perahu yang melaju kencang. Video-video ini dengan cepat menyebar dan menarik perhatian jutaan pengguna di seluruh dunia, bahkan memicu tren "Aura Farming" di kalangan selebriti dan influencer internasional yang mencoba meniru gerakan tarian tersebut.

Viralitas Pacu Jalur ini adalah hasil dari kombinasi unik antara tradisi otentik, visual yang menarik, dan elemen kejutan yang tidak terduga (bocah penari). Ini secara sempurna mencerminkan esensi "Aura Farming" dalam branding pariwisata: menciptakan momen yang secara intrinsik menarik dan layak dibagikan. Pemerintah Provinsi Riau sendiri telah menjadikan Pacu Jalur sebagai daya tarik wisata tahunan unggulan, yang tidak hanya menarik wisatawan domestik tetapi juga internasional.

Data menunjukkan bahwa kepopuleran Pacu Jalur melalui TikTok menjadi tonggak penting promosi pariwisata budaya berbasis digital. Netizen dari berbagai negara mulai mencari tahu tentang festival ini, menunjukkan bagaimana sebuah konten viral dapat secara efektif meningkatkan kesadaran dan minat terhadap destinasi yang sebelumnya kurang dikenal. Bahkan, Festival Pacu Jalur 2025 diperkirakan akan mengalami lonjakan jumlah penonton menyusul viralnya video balap perahu "Aura Farming" tersebut.


Peran Media Intelligence dalam Mengoptimalkan Dampak Viral

Fenomena viral seperti yang dialami Pacu Jalur menunjukkan potensi besar media sosial sebagai alat promosi pariwisata. Namun, viralitas seringkali tidak dapat diprediksi dan sulit dikendalikan. Di sinilah peran Media Intelligence menjadi krusial. Untuk mengoptimalkan dampak dari viralitas dan mengubahnya menjadi strategi branding yang berkelanjutan, destinasi pariwisata memerlukan pemahaman mendalam tentang percakapan online, sentimen publik, dan tren yang sedang berkembang.

Produk Media Intelligence dari Kazee hadir sebagai solusi untuk kebutuhan ini. Dengan kemampuan pemantauan media sosial yang canggih, Kazee dapat membantu otoritas pariwisata dan pemangku kepentingan untuk:

  • Mengidentifikasi Tren dan Topik Viral: Melacak secara real-time percakapan yang relevan dengan destinasi, termasuk tren seperti "Aura Farming" yang mungkin tidak secara langsung terkait dengan pariwisata namun memiliki potensi untuk dimanfaatkan.
  • Menganalisis Sentimen Publik: Memahami bagaimana publik, baik domestik maupun internasional, merespons konten promosi atau peristiwa tertentu. Ini memungkinkan penyesuaian strategi komunikasi agar lebih efektif.
  • Mengukur Jangkauan dan Dampak: Mengetahui seberapa luas konten telah tersebar, siapa saja influencer yang terlibat, dan bagaimana hal itu memengaruhi minat dan niat kunjungan wisatawan. Misalnya, Kazee dapat melacak seberapa banyak mention Pacu Jalur setelah video "Aura Farming" viral, dari mana saja percakapan itu berasal, dan sentimen yang menyertainya.
  • Mengidentifikasi Peluang dan Ancaman: Mendeteksi potensi krisis reputasi sejak dini atau menemukan peluang kolaborasi dengan influencer yang relevan berdasarkan data percakapan.

Dengan data dan wawasan yang akurat dari Media Intelligence Kazee, strategi branding pariwisata dapat bergerak dari reaktif menjadi proaktif, memastikan bahwa setiap gelombang viral dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pertumbuhan destinasi.


Studi Kasus:

Visit Iceland dan Kampanye "Icelandverse

Kampanye "Introducing the Icelandverse" adalah parodi langsung dari video pengumuman metaverse Mark Zuckerberg. Dalam video kampanye tersebut, seorang aktor yang sangat mirip dengan Zuckerberg, bernama Zack Mossbergsson, mempresentasikan "Icelandverse" sebagai pengalaman dunia nyata yang imersif, di mana pengguna tidak memerlukan headset VR yang aneh atau teknologi canggih untuk merasakannya. Sebaliknya, "Icelandverse" menawarkan keindahan alam Islandia yang menakjubkan, seperti geyser, air terjun, dan pemandangan aurora, yang dapat dinikmati secara langsung dengan kelima indra.

Kampanye "Introducing the Icelandverse" oleh Visit Iceland adalah studi kasus yang menginspirasi tentang bagaimana sebuah destinasi dapat memanfaatkan humor, otentisitas, dan respons cepat terhadap tren global untuk menciptakan kampanye pemasaran yang sangat viral dan efektif. Ini menunjukkan bahwa "Aura Farming" dalam branding pariwisata bukan hanya tentang estetika visual, tetapi juga tentang narasi yang kuat dan kemampuan untuk beresonansi dengan audiens di tingkat emosional. Keberhasilan ini menggarisbawahi pentingnya pemahaman mendalam tentang lanskap media digital dan peran krusial media monitoring dalam mengoptimalkan setiap gelombang viral untuk pertumbuhan pariwisata yang berkelanjutan.


Kesimpulan

Fenomena "Aura Farming" dan dampaknya terhadap viralitas, seperti yang terlihat pada Pacu Jalur, membuka perspektif baru dalam branding pariwisata. Ini menunjukkan bahwa di era digital, otentisitas, keunikan, dan kemampuan untuk menciptakan momen yang layak dibagikan adalah kunci untuk menarik perhatian global. Destinasi pariwisata tidak lagi hanya menjual tempat, tetapi juga pengalaman dan narasi yang dapat beresonansi dengan audiens digital.

Namun, viralitas saja tidak cukup. Untuk mengubah popularitas sesaat menjadi pertumbuhan pariwisata yang berkelanjutan, diperlukan strategi yang terencana dan didukung oleh data. Di sinilah Media Intelligence seperti yang ditawarkan oleh Kazee menjadi sangat berharga. Dengan memantau, menganalisis, dan memahami percakapan online, destinasi dapat mengoptimalkan strategi branding mereka, mengidentifikasi peluang, dan merespons tantangan dengan cepat. Pacu Jalur adalah bukti bahwa tradisi lokal yang kaya dapat mendunia, asalkan dikemas dengan cerdas dan didukung oleh pemahaman mendalam tentang dinamika media digital.

Share :

Related Articles