Political Power sebagai Instrumen untuk Mewujudkan Pertahanan dan Keamanan Nasional di Tengah Pandemi

Bayu Septian

20 April 2020 06:27

Image: The Jakarta Post

Penyebaran wabah virus COVID-19 menyebabkan pelemahan di berbagai sektor strategis nasional, salah satunya Pertahanan dan Keamanan. Di mana Pertahanan dan Keamanan ini tidak semata berkaitan dengan kekuatan militer suatu negara saja, melainkan lebih daripada itu. Pertahanan dan Keamanan Nasional ini umumnya identik dengan pengamanan kedaulatan negara, sebetulnya hal ini berkorelasi cukup kuat dengan situasi penyebaran wabah COVID-19 yang telah menjadi isu global, hal ini karena bisa dikatakan pada mulanya penularannya pun melibatkan unsur lintas batas negara. Dari yang bermulai mewabah di Kota Wuhan, Tiongkok, kini sudah hampir menyebar ke seluruh dunia.

Penyebaran COVID-19 yang masif tentunya akan melemahkan Pertahanan dan Keamanan Nasional, hal ini karena ancaman yang bersifat dari dalam maupun dari luar. Dari dalam pelemahan Pertahanan dan Keamanan Nasional ini bisa bermula dari lesunya industri, tingginya tingkat PHK, maraknya kriminalitas, dsb. Sedangkan dari luar bisa berkaitan dengan ancaman kunjungan Warga Negara Asing yang mungkin saja membawa virus, selain itu kebutuhan impor yang mengalami gangguan pasok pun tidak dapat dihindari karena Wabah COVID-19. Mengingat bahaya jangka panjang pada situasi Pertahanan dan Keamanan nasional sudah barang tentu Political Power yang berasal dari pemerintah perlu dituangkan dalam kebijakan yang tepat guna untuk menekan penyebaran COVID-19.

Mencontoh beberapa negara lain di dunia yang salah satunya menekankan pada pembatasan sosial dengan menerapkan denda bisa diterapkan untuk mengurangi penyebaran wabah lebih meluas lagi. Saat ini beberapa wilayah di Indonesia memang sudah menerapkan Pematasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hal ini tentunya baik di mana anggota kepolisian dan TNI sebagai alat penjaga Pertahanan dan Keamanan Nasional dikerahkan untuk menertibkan orang-orang yang berkeliaran. Namun hal ini masih bersifat kedaerahan, di mana masih terdapat beberapa daerah yang belum melakukan penerapan ini, sedangkan tingkat kesadaran masyarakat terhadap pembatasan sosial masih sangat rendah. Hal ini terbukti dari masih banyaknya orang yang berkeliaran dan berkerumun, serta masih minim pula kesadaran menggunakan masker. Terkait hal tersebut pemerintah sebagai pemegang Political Power sebisa mungkin bisa tegas menertibkan pihak-pihak yang masih rendah dari segi kesadaran melalui beragam pendekatan dari mulai sosialisasi sampai penerapan sanksi. Regulasi dari pusat memang menjadi kunci di masa pandemi ini supaya seluruh wilayah beserta elemen masyarakat bisa saling bahu-membahu bekerja sama dalam memutus rantai penyebaran virus COVID-19 agar Pertahanan dan Keamanan Nasional bisa berlangsung secara kondusif dan penyebaran bisa ditekan dengan sesegera mungkin. Dalam penerapan hal ini yang lebih penting adalah keselamatan negara, sedangkan sektor lain bisa mengikuti paska selesainya penanganan Wabah COVID-19 secara merata di seluruh wilayah tanpa terkecuali.

Political Power yang tegas dibutuhkan untuk dituangkan dalam kebijakan nasional, beberapa hal prioritas yang perlu direalisasikan di antaranya:

1. Pelarangan Mudik

Saat ini pelarangan mudik baru diberlakukan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) sedangkan masyarakat umum belum mendapatkan edaran terkait pelarangan mudik, padahal dengan mobilisasi khususnya dari Kota ke Daerah akan menyebabkan penularan yang semakin meluas. Negara dinilai masih lalai dalam mitigasi bencana terkait COVID-19 melalui pelarangan mudik.

2. Keterbukaan Data

Transparansi terhadap pembaharuan data yang mestinya didistribusikan melalui kanal-kanal yang mudah diakses oleh masyarakat, selain itu data yang ditampilkan hendaknya diperbaharui secara real-time dan apa adanya agar masyarakat bisa memantau sudah sejauh mana perkembangan kasus dan sudah sebesar apa penanganan yang telah dilakukan oleh negara.

3. Komunikasi Publik Berkala

Otoritas penting negara melalui perwakilan para pejabatnya sebisa mungkin melalukan komunikasi publik yang bersifat menghimbau secara rutin kepada masyarakat, selain para pejabat sebisa mungkin juga menyampaikan narasi-narasi positif untuk menenangkan kekhawatiran publik. Sehingga meskipun terdapatnya peningkatan kasus masyarakat masih bisa tenang karena pemerintah juga menginformasikan terkait upaya yang dilakukan.

4. Penerapan Sanksi

Pada daerah-daerah dengan tingkat kesadaran yang rendah hendaknya dilakukan partoli oleh yang berwajib untuk menertibkan, apabila dengan cara persuasi belum bisa diikuti oleh warga, maka ada baiknya penerapan sanksi mulai diberlakukan untuk ketertiban.

5. Keselarasan Kebijakan Pusat dan Daerah

Di saat kondisi pandemi yang hampir menyentuh seluruh daerah maka kebijakan pusat dan daerah harus senantiasa selaras untuk bersama-sama wabah COVID-19 ini sehingga penyebaran bisa ditekan sampai level daerah terkecil.

Share :

Related Articles

No related posts