Indonesia Terpapar Corona, Ini Dampaknya Pada Sektor Perbankan

Bayu Septian

08 April 2020 13:58

Pada pertengahan bulan Maret 2020, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan physical distancing atau social distancing atau menjaga jarak dari kerumunan orang untuk menurunkan kurva infeksi penyebaran virus corona. Kebijakan itu diambil supaya masyarakat dapat menjalankan aktivitasnya, seperti belajar dan bekerja di rumah dengan bantuan konektivitas internet.

Masifnya penyebaran virus corona belakangan ini, membuat masyarakat di berbagai negara panik akan wabah tersebut. Uang, merupakan alat transaksi yang digunakan masyarakat setiap harinya. Namun, untuk meminimalisir media penyebaran melalui perputaran uang tunai di masa pandemi ini, Bank Indonesia (BI) mendorong agar masyarakat menggunakan alat transaksi secara non tunai (uang elektonik). Karena seperti yang sudah diketahui, virus corona dapat menempel pada benda selama lebih dari 24 jam, termasuk pada uang tunai yang perputarannya sangat cepat dari satu orang ke orang lainnya.

Dengan diberlakukannya physical distancing, transaksi secara non tunai mengalami peningkatan yang tajam, baik dari sektor perbankan, maupun financial technology (fintech).  Berkembangnya teknologi digital membawa kemudahan untuk masyarakat banyak. Melalui hal ini, bank konvensional berhasil bertransformasi ke dalam layanan digital banking. Sehingga transaksi dapat dilakukan dengan cepat melalui aplikasi di genggaman Anda.

Pada akhir  Maret 2020, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, mencatat kenaikan transaksi secara digital melalui e-channel dan e-banking. Transaksi digital itu diproyeksikan meningkat sebesar 38% dibandingkan bulan Februari 2020. Kendati demikian, peningkatan transaksi ini, terjadi juga pada marketplace dan tarik tunai melalui jaringan mesin ATM BRI.

Senada dengan hal itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk juga mengalami lonjakan volume transaksi digital melalui aplikasi internet banking ‘Mandiri Online’ selama bulan Maret 2020, yang tercatat sekitar 6% hingga 9% dibandingkan bulan Februari 2020. Namun, sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk melakukan physical distancing dan sudah meningkatnya kesadaran masyarakat, layanan e-channel, seperti transaksi melalui mesin EDC di berbagai merchant dan penggunaan  e-money cenderung mengalami penurunan.

Dikutip dari Okezone, bahwa posisi uang kartal yang diedarkan (UYD) per Februari 2020 meningkat sebesar  5,44% (yoy), sementara transaksi non tunai menggunakan mesin ATM, kartu debit, kartu kredit dan uang elektronik mengalami penurunan sebesar  1,02% (yoy). Meskipun begitu, transaksi uang elektronik tetap tumbuh cepat, mencapai 145,47% (yoy), mengindikasikan tingginya preferensi masyarakat terhadap pembayaran digital.

Namun, persediaan uang tunai masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk menunjang kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan ketersediaan uang tunai untuk diedarkan ke masyarakat sebesar Rp450 triliun yang cukup selama 6 bulan. Berkaitan dengan kekhawatiran masyarakat akan penyebaran virus corona, Bank Indonesia (BI) telah mengkarantina uang setoran tunai selama 14 hari, sehingga uang yang sudah tersedia di seluruh jaringan ATM perbankan dipastikan steril.

Selain langkah yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), beberapa negara juga melakukan hal yang sama. Dikutip dari CNBC Indonesia, Bank Sentral Korea Selatan (Bank of Korea) menarik semua banknote dari peredaran selama dua minggu untuk mengurangi peredaran virus. Sebagian bahkan dibakar dan diganti dengan yang baru. Sementara itu, Bank Sentral China melakukan pembersihan uang kertas dengan menggunakan ultraviolet bersuhu tinggi yang berasal dari daerah berisiko tinggi terinfeksi seperti rumah sakit. Sebagian uang ini juga dibakar dan diganti dengan yang baru. Di Prancis, tepatnya di Museum Louvre, juga membuat kebijakan baru. Mereka hanya menerima pembayaran menggunakan kartu kredit dan melarang pembayaran menggunakan uang tunai.

Melalui stimulus kebijakan yang sudah dimatangkan oleh berbagai negara, kabar baik tetap dinanti masyarakat dari dunia kesehatan. Karena, sekuat apapun kebijakan pemerintah, jika tanpa adanya sentimen positif dari vaksin atau obat corona, maka belum tercipta ketenangan di masyarakat.

Share :

Related Articles

No related posts