Indikasi Perlambatan Akses Internet pada Demo Mahasiswa 24 September

Bayu Septian

26 September 2019 09:06

Revisi RUU KPK, RKUHP, RUU Minerba, RUU Permasyarakatan, dan RUU Pertanahan telah mencapai puncak eskalasi. Perdebatan terkait revisi undang-undang ini sudah berlangsung lama semenjak isu ini pertamakali disuarakan.

Rancangan undang-undang tersebut menjadi polemik lantaran masyarakat secara umum menilai perubahan yang dilakukan dianggap tidak perlu, hal ini dikarenakan subtansi dari undang-undang yang direvisi tersebut berpotensi melemahkan lembaga anti rasuah (KPK) yang sebelumnya independen dan memiliki otoritas dalam penanganan korupsi di Indonesia. Sedangkan, untuk undang-undang KUHP, Minerba, Pemasyarakatan dan Pertanahan dinilai perubahannya mengarah pada subtansi pasal-pasal karet yang bisa merugikan masyarakat. Karena hal tersebut masyarakat berbondong-bondong melayangkan penolakan terhadap disahkannya undang-undang tersebut.

Puncak dari penolakan dari RUU tersebut adalah gerakan mahasiswa di Senayan dan hampir di seluruh Indonesia untuk menyampaikan aspirasi yang mewakili rakyat tentang tidak perlunya disahkannya revisi-revisi tersebut. Gelombang masif tersebut ternyata tidak hanya terjadi secara langsung tapi juga terjadi di ranah maya, di mana narasi-narasi yang anti-DPR marak disuarakan mengingat lembaga legislatif tersebut seolah bertindak dengan melepaskan diri dari kehendak rakyat. Jagat maya khususnya linimasa Twitter didominasi oleh konten-konten terkait penolakan revisi UU, narasi-narasi yang menyudutkan DPR serta dukungan terhadap aksi yang dilakukan oleh mahasiswa.

Derasnya arus data terkait hal tersebut di platform daring diwarnai oleh linimasa Twitter yang sempat sulit diakses oleh banyak orang. Kondisi tersebut disenyalir memiliki kaitan dengan adanya pembatasan (tottering) akses internet yang dilakukan oleh pemerintah demi membendung narasi-narasi yang masif yang muncul di linimasa Twitter. Beberapa mengeluhkan tidak bisa mengakses Twitter via dekstop, bahkan untuk login pun mengalami hambatan, namun di sisi lain ketika mengakses situs lain tidak mengalami kendala sama sekali.

Warganet menyatakan bahwa akses menuju Twitter berhasil setelah menggunakan bantuan VPN. Lambatnya akses ke Twitter ini membuat warganet melakukan spekulasi terhadap situasi ini, di mana mereka melayangkan narasi bahwa sulitnya akses ke Twitter ini ada hubungannya demo yang terjadi. Karena sulitnya akses Twitter ini bersamaan dengan kondisi demo yang berlangsung. Selain itu, hal ini terjadi paska pengumuman terkait pembatasan internet di Wamena, Papua. Namun, hingga akses Twitter kembali lancar tidak ada statement apapun dari pihak Pemerintah mengenai pembatasan akses internet di luar Papua.

Tapi bagaimanapun, adanya indikasi pembatasan akses internet karena memang pada kenyataannya memang kesulitan akses dirasakan oleh banyak pengguna Twitter harus dipandang sebagai fakta yang menarik mengenai eksistensi data sebagai elemen yang dianggap krusial. Sehingga, beberapa mekanisme dilakukan untuk mengurangi eskalasi konflik, salah satunya yang paling berdampak adalah melalui pembatasan akses internet. Pembatasan akses internet terjadi atau tidak harus dinilai dari dua sisi, positif dan negatif.

Positif dalam arti untuk menghindari penyebaran hoaks yang bisa memicu kondisi yang semakin konfliktual. Dan dari sisi negatif karena pembatasan mungkin saja dilakukan karena pemerintah tidak ingin narasi-narasi yang mendiskreditkan semakin berkembang, padahal di negara demokrasi hal itu wajar untuk terjadi selama menaati koridor-koridor hukum, bukan untuk melemahkan pemerintah, melainkan menjadi sebuah kritik yang harus dicari solusinya, dengan pembatasan internet bukankah ada sedikit kebebasan berpendapat yang sengaja dibungkam? Terlebih hal tersebut terjadi berbarengan dengan aksi demo yang dilakukan oleh mahasiswa pada 24 September 2019 lalu.

Share :

Related Articles

No related posts