Demo Buruh Berkepanjangan Tuntut UU Cipta Kerja Dicabut Tanpa Titik Temu

Bayu Septian

23 August 2022 08:17

omnibus-law-uu-cipta-kerja
Source : Antara

Tepat hari Rabu, 10 Agustus 2022 jam 10 pagi, pemandangan rakyat turun kejalan kembali terlihat.

Sekitar 300 ribu aliansi dan serikat buruh dari 40 organisasi buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

Rangkaian aksi unjuk rasa ini sebenarnya sudah dilakukan sejak Januari 2020 silam, untuk menolak diberlakukannya UU Cipta Kerja yang telah disusun oleh Pemerintah dan DPR.

Di tengah kekacauan yang tak berujung ini, membuat banyak orang bertanya-tanya.

Apa yang membuat aksi demo ini terus-menerus terjadi? Bagaimana asal muasal Omnibus Law serta apa tujuan sebenarnya?

Dan mengapa pemerintah bersikeras untuk tetap menetapkan UU ini?

Mari segera kita ulas bersama.

Apa Itu Omnibus Law UU Cipta Kerja

Dua tahun kebelakang aksi demonstrasi yang mengusung isu omnibus law UU Cipta Kerja rasanya tak ada habisnya.

Hingga saat ini, kedua belah pihak baik pemerintah dengan para buruh sepertinya belum menemukan titik terang dari tuaian pro kontra ini.

Lantas, tahukah Anda apa sebenarnya Omnibus Law itu?

Penjelasan simpelnya, omnibus law adalah suatu undang-undang yang sekaligus merevisi beberapa undang-undang dengan mencabut, atau menggabungkan menjadi peraturan besar yang berfungsi sebagai payung hukum.

Tepat 20 Agustus 2019 lalu, untuk pertama kalinya omnibus law disuarakan oleh Presiden Jokowi pada pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden RI 2019-2024.

“Puluhan undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus mengatasi tumpang tindih berbagai regulasi." Jokowi di Gedung MPR, 20 Oktober 2019.

Sejak saat itulah, Jokowi memerintahkan jajarannya termasuk DPR untuk membuat draf omnibus law RUU Cipta Kerja.

Jika pemerintah mengira penyusunannya akan berjalan sesuai rencana, maka dugaan mereka salah.

Di tengah penyusunannya, RUU Cipta Kerja justru paling alot pembahasan drafnya dan  menuai banyak keresahan dari para buruh.

Saat ini, ada 62 ribu regulasi yang tersebar di berbagai lembaga yang dirasa menghambat percepatan pembangunan di Indonesia.

Oleh karena itu, pemerintah perlu merampingkan regulasi tersebut dengan melakukan revisi UU agar menjadi lebih efisien.

Sayangnya, niat baik pemerintah ini justru mendapat banyak perlawanan dan menuai kritik terutama dari masyarakat terutama aktivis lingkungan, serikat buruh, dan para oposisi lainnya.

Buruh : UU Cipta Kerja Berdampak Buruk

Jelang tengah malam, Sabtu 3 Oktober 2020, DPR dan Pemerintah menggelar Rapat Kerja Badan Legislasi untuk menyepakati dan mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja.

https://twitter.com/indozonemedia/status/1312588783422824448?t=FzevKr6hoQiARPVdY1lvJA&s=09

Keesokan harinya, naskah draf RUU Cipta Kerja tersebut beredar ke publik. Bahkan perbincangan ini juga mengundang beragam reaksi warganet hingga trending di Twitter.

Mereka geram dan serentak menentang. Lantas, mempertanyakan mengapa pengesahan RUU dilaksanakan pada tengah malam seolah-olah pemerintah tak ingin rakyat mengawasinya.

Kejadian ini membuat massa buruh turun ke jalan. Melakukan aksi unjuk rasa di berbagai kota. Memprotes materi undang-undang sapu jagat yang masih belum matang sehingga merugikan banyak pihak. Kemudian, berharap aspirasi mereka didengar oleh pemerintah.

Selama kurang lebih dua tahun, rangkaian unjuk rasa ini masih terus berlangsung. Dengan tuntutan yang sama yakni menolak dan menuntut agar UU ini dicabut.

Aksi demonstrasi untuk kesekian kalinya kembali dilakukan massa buruh yang bertajuk 'Aliansi Aksi Sejuta Buruh Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja'.

https://twitter.com/CNNIDdaily/status/1557627137821003776

Diikuti oleh sekitar 300 ribu orang dari 40 organisasi buruh mulai dari konfederasi, federasi, serikat pekerja, dan ojek online.

Menurutnya, aksi ini digelar karena pemerintah dan DPR tak menghiraukan berbagai aksi dan dialog baik sebelum maupun sesudah pengesahan UU Cipta Kerja.

Buruh melakukan aksi lantaran sejumlah permintaan mereka terkait UU Cipta Kerja tak diindahkan pemerintah. Mereka menilai UU Cipta Kerja ini berdampak bagi para buruh.

Ternyata tak hanya para buruh saja yang menolak peresmian UU tersebut, isu UU Cipta Kerja bahkan seringkali diperbincangkan di media.

omnibus-law-uu-cipta-kerja
Source : Kazee Media Monitoring, Pergerakan Data 8-13 Agustus

Dalam 7 hari terakhir dari 8 Agustus hingga 13 Agustus, puncak pemberitaan terjadi pada 10 Agustus. Dimana di tanggal tersebut, ratusan aliansi buruh menggelar aksi unjuk rasa untuk tak henti-hentinya menolak UU Cipta Kerja.

Perbincangan di media terkait isu ini didominasi oleh cuitan di Twitter dan pemberitaan di portal media.

Source : Kazee Media Monitoring, Jumlah Sentimen
omnibus-law-uu-cipta-kerja
Source : Kazee Media Monitoring, Tren Sentimen

Isu omnibus law menuai banyak sorotan dan sentimen negatif dari warganet. Mereka menyampaikan penolakan atas UU Cipta Kerja karena diangagap merugikan beberapa kalangan, salah satunya buruh. Berikut beberapa cuitan warganet di media sosial Twitter.

https://twitter.com/yunankingstar1/status/1557394294449012736
https://twitter.com/nurfiadi1/status/1557489585407401984
omnibus-law-uu-cipta-kerja
Source : Kazee Media Monitoring, Top Lokasi

Demonstrasi buruh yang digelar beberapa waktu lalu di depan gedung DPR, Senayan membuat DKI Jakarta menjadi top lokasi dalam perbincangan isu ini. Kemudian disusul Bengkulu, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Jawa Tengah.

omnibus-law-uu-cipta-kerja
Source : Kazee Media Monitoring, Top Keyword

Pasal Kontroversial Omnibus Law Soal Ketenagakerjaan

Pasal 42 ayat 1 : Memudahkan izin kerja tenaga asing

Tenaga asing hanya perlu Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) untuk bekerja di Indonesia, tanpa Visa Tinggal Terbatas (VITAS) dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Mereka juga tak perlu membayar pajak penghasilan di Indonesia.

Pasal 61 dan Pasal 61A : Status kerja kontrak

Karyawan kontrak bisa diberhentikan sewaktu-waktu. Perusahaan juga bisa membuat status karyawan kontrak seumur hidup.

Pasal 78 : Jam lembur lebih lama

Waktu lembur paling banyak empat jam sehari atau 18 jam seminggu. Merujuk UU Ketenagakerjaan tahun 2003, sehari maksimal 3 jam lembur atau seminggu selama 14 jam.

Pasal 79 ayat 2 : Menghapus hak istirahat dan cuti

Selama seminggu, perusahaan bisa memberikan hari libur hanya satu hari setelah enam hari bekerja. Selain tu, hak cuti panjang selama dua bulan bagi buruh yang bekerja minimal enam tahun juga dihapus oleh UU Cipta Kerja

Pasal 88C : Penghapusan Upah Minimum Kabupaten (UMK)

Upah minimum hanya berlaku di tingkat provinsi. Pengaturan di tingkat kabupaten/kota tidak diharuskan. Selain itu, pemberlakuan Upah Minimum Sektoral di tingkat kabupaten/kota juga terancam hilang. Jika merujuk Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, pekerja tidak bisa menerima upah di bawah standar minimum.

Pasal 156 : Skema pesangon lebih kecil

Perusahaan membayar pesangon sebanyak 25 kali upah, di mana 19 kali ditanggung pengusaha dan enam kali ditanggung pemerintah. Padahal, sebelumnya perusahaan mewajibkan pesangon sebanyak 32 kali upah dengan skema 23 kali ditanggung pengusaha dan sembilan kali oleh pemerintah.

Mencari Titik Temu dan Solusi dari RUU Cipta Kerja

Menjadi negara maju adalah cita-cita setiap pemerintahan dalam suatunegara. Begitupun dengan pemerintah Indonesia sendiri.

Suatu negara dapat dikatakan maju jika pendapatan perkapita atau rata-rata penghasilan warganya tergolong tinggi.

Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo menginginkan kemajuan itu pada Indonesia.

Sehingga, dibuatlah RUU Cipta Kerja sebagai bagian dari lompatan kemajuan yang berdampak pada peningkatan produktivitas, daya saing investasi dan ekspor, penciptaan lapangan kerja dan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.

“Omnibus Law tujuannya untuk meningkatkan dan mengentaskan Indonesia dari middle income trap.”

Sri Mulyani

Jika kita mengira dengan disahkannya Omnibus Law akan terus merugikan para buruh di Indonesia, maka bisa jadi dugaan itu salah. Mengapa bisa begitu?

Karena untuk negara bisa mencapai kemajuan perlu ada polanya.

Polanya para pekerja perlu memulai usaha mereka dalam sektor pertanian, sektor industri dan kemudian mereka merambah pada sektor jasa.

Pada transisi antara sektor pertanian dan industri, negara-negara maju banyak mempekerjakan buruh untuk membantu proses ekspor dan impor antar negara. Inilah yang membuat penghasilan mereka semakin meningkat.

Namun, sayangnya di negara berkembang seperti Indonesia, upah buruh jadi sangat kompetitif. Karena jika penawaran upah terlalu tinggi tapi skill yang dimiliki terbatas, membuat negara maju lebih memilih mempekerjakan buruh negara lain yang upahnya lebih murah.

Itulah yang menjadi salah satu faktor omnibus law cipta kerja cita-citakan. Peraturan ini memberikan kemudahan bagi para investor untuk membuka lapangan kerja untuk buruh Indonesia.

Lantas, jika tujuan disusunnya Omnibus Law Cipta Kerja punya niat baik, mengapa justru mendapat banyak penolakan?

Pertama, penyusunan RUU Cipta Kerja dinilai tidak wajar. Banyak pasal kontroversial yang ditolak mentah-mentah oleh para buruh karena dirasa merugikan mereka.

Kekhawatirkan diberlakukannya RUU Cipta Kerja ini dinilai akan menguntungkan pemilik perusahaan (terutama perusahaan asing), konglomerat, kapitalis, investor dan merugikan hak-hak pekerja.

Selain itu, dalam proses penyusunannya dirasa kurang melibatkan para pekerja dan buruh. Naskah UU-nya sendiri juga berkali-kali direvisi. Pemerintah terkesan tertutup dalam penyusunan rancangannya sehingga membuat masyarakat semakin curiga.

Sifat omnibus law yang urgent dan cepat, dikhawatirkan bisa melewatkan beberapa tahapan pembentukan undang-undang.

Yang perlu dihighlight lagi, jika kesempatan publik untuk berpartisipasikurang atau bahkan tidak disediakan, tak menutup kemungkinan perumusan omnibus law disalahgunakan oleh penguasa.

Oleh karenanya, kita sebagai rakyat Indonesia harus mengawasi setiap proses perumusan RUU Omnibus Law ini.

Share :

Related Articles